MCAS
Money or Human?
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai sistem MCAS yang banyak digunakan sebagai sistem keamanan pada pesawat terbang, namun saya akan berfokus terhadap sistem MCAS yang ada di dalam pesawat buatan BOEING yang konon memiliki andil terhadap 2 kecelakaan pesawat yang memicu kontroversi terhadap seberapa pentingnya keselamatan penumpang bagi perusahaan.
1. Latar Belakang
Latar belakang dicetuskannya Sistem MCAS pada Boeing 737 MAX adalah untuk meniru perilaku serupa pada pesawat dari seri generasi sebelumnya, yaitu Boeing 737 NG. Selama tes penerbangan 737 MAX, Boeing menemukan bahwa posisi dan ukuran mesin yang lebih besar cenderung mendorong hidung pesawat ke atas menuju manuver tertentu. Oleh karena itu Boeing memutuskan untuk menggunakan Sistem MCAS demi melawan kecenderungan manuver tersebut karena melakukan desain ulang pada struktural utama membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang tentu tidak sedikit. Tujuan Boeing adalah agar 737 MAX disertifikasi sebagai versi 737 yang lain, dimana targetnya adalah menarik maskapai penerbangan untuk melakukan pengurangan pada biaya pelatihan pilot. Administrasi Penerbangan Federal atau Federal Aviation Administration (FAA) menyetujui permintaan Boeing untuk menghapus deskripsi MCAS dari buku manual pesawat, yang membuat pilot tidak mengetahui bahwa sistem tersebut terdapat pada pesawat mereka dan mulai beroperasi sejak tahun 2017. Bisa dibilang bahwa MCAS adalah sebuah fitur otomatis, bukan manual yang berada dalam kendali pilot.
2. Apa itu MCAS?
MCAS merupakan singkatan dari Maneuvering
Characteristics Augmentation System atau Sistem Augmentasi Karakteristik
Manuver. MCAS adalah sebuah perangkat lunak yang terhubung ke Angle
of Attack (AOA) Sensor yang terletak di bagian kiri dan kanan
depan pesawat, dimana sensor ini berfungsi untuk mengetahui apakah pesawat
mengalami stall. MCAS juga dikenal dengan fitur anti-stall
nya. Secara umum, Sistem MCAS adalah program stabilisasi penerbangan
pada pesawat yang dikembangkan dan diperkenalkan oleh Boeing pertama kali pada
seri pesawat Boeing 737 Max. Namun, sistem ini baru menarik perhatian publik karena dianggap memiliki andil dalam kecelakaan Lion Air JT610 pada 29 Oktober 2018 rute Jakarta - Pangkal Pinang yang menewaskan seluruh penumpang dan awak kru di dalam pesawat tersebut, dengan total korban jiwa sebanyak 189 orang. 5 bulan kemudian,
pesawat dengan jenis yang sama yakni Boeing 737 Max pada maskapai penerbangan
Ethiopian Airlines mengalami kecelakaan yang sama setelah take-off. Lantas
apa yang menyebabkan kecelakaan kedua pesawat tersebut dan apakah benar MCAS memiliki andil pada kecelakaan kedua pesawat tersebut?
Karena adanya karakteristik terbang pada seri pesawat Boeing
MAX yang terbaru, saat sudut serang atau AOA Sensor dari pesawat terlalu besar maka pesawat cenderung mengalami stall. Jadi, MCAS
di desain untuk menurunkan hidung pesawat secara otomatis demi mencegah
terjadinya stall. Setiap kali Sistem MCAS
mendeteksi bahwa AOA Sensor terlalu besar, sistem perlahan akan
menurunkan hidung pesawat ke sudut yang aman. AOA Sensor sendiri berfungsi untuk
mengukur sudut hidung pesawat selama penerbangan dan untuk mengetahui apakah
pesawat mengalami stall atau tidak. Meskipun terdiri dari 2 sensor
(kanan dan kiri), Boeing mengatur bahwa data bisa didapatkan hanya dari satu sensor, sehingga
mengurangi tingkat akurasi. Pada kasus kecelakaan pesawat Lion Air JT610, AOA Sensor bagian kiri depan pesawat mengalami
kegagalan / rusak (malfungsi) sehingga mengirimkan data yang salah ke MCAS dan membuat MCAS menjadi aktif secara otomatis dan menyebabkan hidung pesawat turun terus-menerus. MCAS yang aktif tanpa sebab membuat pilot berjuang untuk menaikkan hidung pesawat, dan kejadian ini terus berulang selama penerbangan. Hingga akhir rekaman data pada black box, tercatat sekitar 26 kali perintah otomatis untuk
menurunkan hidung pesawat, dan 34 kali perintah manual untuk
menaikkannya. Hal ini terjadi karena pilot tidak pernah diberikan pelatihan terkait sistem baru ini (MCAS).
AOA Sensor yang terlalu besar berisiko membuat pesawat mengalami stall yang dapat mengaktifkan MCAS. Fitur MCAS ini tetap aktif meskipun pesawat terbang dalam kondisi manual (autopilot off). Sistem MCAS akan menurunkan hidung pesawat secara otomatis dengan cara mengatur roda penyesuaian (trim) agar horizontal stabilizer (sayap kecil di ekor pesawat) berputar, dan membuat hidung pesawat turun. Sistem MCAS ini akan aktif apabila :
- Angle of Attack besar
- Autopilot off
- Flap (sirip tambahan di sayap) tidak menjulur keluar
- Berbelok terlalu tajam (miring)
Sistem MCAS baru akan mati ketika sudut pesawat sudah mengecil, atau pilot melakukan override (mengambil alih kendali) dengan cara manual trim. Oleh karena itu, rekomendasi Boeing yang terbit setelah kecelakaan Lion Air JT610 dan Ethiopian Airlines menyebutkan bahwa jika terjadi anomali Angle of Attack, pilot diminta untuk mengatur trim secara mandiri, baik dari tombol elektrik yang terdapat pada kemudi pesawat atau secara manual dengan memutar roda trim tersebut. Jika siklus terus berulang, Boeing meminta pilot untuk mematikan stabilizer trim melalui switch yang telah disediakan dan tetap dalam kondisi mati (cut-out) sepanjang penerbangan berlangsung.
Kekurangan Sistem MCAS ini adalah, sistem hanya mensyaratkan data dari salah satu AOA Sensor saja untuk dapat mengaktifkan MCAS, sedangkan sistem seharusnya butuh data dan peletakan derajat yang sama dari kedua sensor (kanan dan kiri) untuk mendapatkan tingkat akurasi yang lebih tinggi sebelum bisa mengaktifkan Sistem MCAS ini. Karena kesalahan utama terdapat pada tata letak AOA Sensor dan memberikan false warning atau data yang salah ke MCAS, dan membuat MCAS aktif. Saat sistem menyala, maka pesawat akan mengikuti pedoman dari MCAS. Selain itu, MCAS hanya membaca data dari satu sensor saja dan langsung mengambil tindakan tanpa mengecek data dari sensor yang lain. Jika pada sensor terjadi malfungsi, maka MCAS akan membaca data yang salah dan dapat mengakibatkan kecelakaan seperti yang terjadi pada kasus pesawat Lion Air JT610. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyempurnaan kembali pada sistem agar kesalahan fatal seperti ini tidak terjadi kembali yang dapat menjadi boomerang bagi maskapai, pilot, dan pihak yang bersangkutan.
Referensi :
0 comments:
Post a Comment